• FYI

    21 Maret 2017

    Jejak Kisah Syekh Malik Kubro, Ulama Panawangan, Panglima Pasukan Kasunanan Cirebon Penakluk Galuh

    Panawangan yang beralam pegunungan dan berhawa sejuk, ternyata juga merupakan lokasi penting dalam catatan sejarah penyebaran Islam di Tatar Galuh pada masa silam. Tempat ini bahkan pernah menjadi semacam pangkalan militer ketika Kasunanan Cirebon terpaksa memobilisasi kekuatan untuk menyerbu dan menguasai Kerajaan Galuh.

    Keberadaan makam Syekh Malik Kubro dianggap merupakan representasi kisah masa lalu tersebut. Paling tidak demikian yang dikisahkan oleh Novan Insan dalam catatannya. Tentu saja, kesahihan dari kisah yang dipaparkannya memerlukan penelaahan dan penelitian lebih lanjut.

    Konon, Syekh Malik Kubro konon adalah paman Sunan Gunung Jati yang berasal dari Mesir. Ia turut datang ke Tanah Jawa ketika Sang Sunan mengajak ibunya untuk mengunjungi ‘Negeri Jawa'. Tokoh yang dikenal pula dengan nama Eyang Dalem Paneta Kiai Abjar Sakti ini di kemudian hari ikut membantu keponakannya dalam menyebarkan agama Islam di sekitar Cirebon, Kuningan, Maja, Majalengka dan akhirnya sampai di sekitar Tatar Galuh. Ia mendirikan pesantren di Sagalamanya, Panawangan.

    Eksistensi Kasunanan Cirebon yang menguat, di bawah pimpinan Sunan Gunung Jati, telah menimbulkan kegusaran Kerajaan Galuh. Apalagi sejak wilayah tersebut menolak menyetorkan lagi upeti. Perundingan yang digagas oleh Sunan Gunung Jati pun tak membuahkan hasil karena Cirebon dianggap telah merendahkan Kerajaan Galuh. Cirebon dianggap sebagai ancaman yang harus dihancurkan dan tak pelak lagi api peperangan sudah di depan mata.

    Tikungan Ciembe Panawangan (foto © Cinta Deras)

    Karena Kasunanan Cirebon menyadari kekuatannya belum sebanding bila harus menahan serbuan pasukan Kerajaan Galuh, maka Sunan Gunung Jati mengambil langkah cerdik. Ia memerintahkan pengumpulan kekuatan pasukan santri dari Kuningan, Maja dan Majalengka untuk mendahului menyerang Kerajaan Galuh. Para santri tersebut bergerak ke pesantren Syekh Malik Kubro di Sagalamanya, Panawangan, untuk melakukan konsolidasi kekuatan.

    Syekh Malik Kubro diangkat Sunan Gunung Jati sebagai ‘paneta’ atau panglima pasukan Kasunanan Cirebon. Pasukan tersebut bergerak menyerbu pada suatu pagi selepas subuh dan berhasil menguasai Kerajaan Galuh dengan mudah. Peristiwa ini menandai masuknya kekuasaan politik bercorak Islam di Tatar Galuh.

    Peran penting Syekh Malik Kubro membuat namanya ditulis sebagai salah satu tokoh penyebar Islam yang dihormati. Makamnya di Sagalamanya, sekitar 4 km dari daerah Cimuntur, masih kerap dikunjungi para peziarah.

    Menilik nama gelarnya, ‘paneta’ yang bermakna panglima atau pemimpin pasukan dan ‘abjar’ yang berarti suka mengajar mengaji atau membaca Al-Quran, ulama serba bisa ini tentulah sangat disegani pada masanya. Bukti-bukti yang dianggap berasal dari masa perjuangannya antara lain: ‘pasantren’ yang terletak di antara tebing, masjid yang berada di atas puncak dan makam yang terletak di samping masjid.

    Sementara itu, terdapat pula berbagai peninggalan, di antaranya: dua buah keris serta dua bilah pedang yang mempunyai nama-nama dan dianggap memiliki karomah tertentu. Terdapat satu istanbul (mushaf Al-Quran kecil), satu belati kud, sabuk, batu akik dan batu perasasti pada makam.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Sejarah

    Fiksi

    Inspirasi