• FYI

    25 November 2018

    Ketakutan di Guan Hien, Tukang Becak ini Pilih Kabur Tanpa Dibayar!


    Komplek pabrik Guan Hien di Jl. A. Yani Ciamis adalah salah satu di antara bangunan-bangunan peninggalan tempo doeloe yang masih tersisa di kota Ciamis.

    Bangunan-bangunan tersebut merupakan saksi sejarah pernah berdirinya sebuah perusahaan penghasil minyak kelapa terbesar di Kota Manis, yang sempat bertahan dan berjaya selama puluhan tahun, hingga akhirnya gulung tikar karena tak kuat melawan persaingan dan tantangan jaman.

    Sebagai komplek bangunan tua yang berdiri sejak tahun 1925 di masa kolonial Belanda, Guan Hien menyimpan banyak kisah suka duka dan berbagai bumbu cerita yang melengkapinya. Tentu saja, berbagai kisah mistis ada terselip di dalamnya.

    Bagi Aan, sebut saja demikian namanya, cerita berbau supranatural dan bahkan horor di komplek Guan Hien bukanlah hal yang aneh lagi. Maklum, ia memang dilahirkan dan mengalami masa kecil hingga remaja di komplek tersebut.

    Ayahnya bekerja dan tinggal di Guan Hien. Bersama beberapa keluarga pegawai lain, mereka menempati rumah-rumah bedeng di bagian belakang areal komplek tersebut.

    “Tapi waktu saya tinggal di situ mah, balageur (baik-baik) para ‘penghuni’ Guan Hien teh,” ungkapnya pada CIAMIS.info, “asal kitanya jangan takabur!”

    Kalau hanya berupa penampakan makhluk halus, menurut Aan sudah sangat biasa terjadi. Kompleks seluas lebih kurang lima hektar tersebut menyimpan banyak cerita. Tetapi, baginya ada satu kisah yang amat berkesan, karena dialami langsung oleh ibunya. Peristiwanya sendiri terjadi puluhan tahun yang lampau.

    Ibunya terbiasa membeli beras di pasar dalam jumlah banyak, maksudnya biar sekalian dan cukup untuk waktu yang agak lama. Seingat Aan, beras yang dibeli biasanya yang sekarung isi 50 kilogram.

    Suatu hari, ibunya membeli beras seperti biasa di pasar. Sayangnya, tukang becak langganan yang biasa mengantarkannya pulang ternyata tidak nampak. Terpaksa, ia akhirnya menggunakan jasa tukang becak yang lain.

    Perjalanan pulang berjalan dengan lancar pada awalnya. Sesampai di depan Guan Hien, tukang becak tersebut bertanya, “Sebelah mana ya, Bu?”

    “Ke sana, Mang, ke dalam,” jawab Ibunya Aan.

    Tukang becak tersebut menurut. Becak bergerak menyusuri jalan melipir yang menanjak, menuju ke arah bedeng di bagian belakang pabrik Guan Hien.

    Tetapi, wajah Si Emang tukang becak mulai tampak tegang, sesekali malah culang-cileung (celingak-celinguk) menengok ke sana kemari. Baru beberapa meter, tukang becak tersebut sudah bertanya lagi, “sebelah mana?”

    Ibunya Aan kembali menunjukkan arah ke belakang.

    “Ini betul, Bu, jalannya ke sini?”
    Leres (betul), Mang. Kenapa? Sieun (Takut)?”

    Henteu (tidak),” jawab tukang becak tersebut, dilanjutkan bertanya —seolah tak percaya, ”Ibu betul tinggal di sini?”

    Ibunya Aan tersenyum, paham bahwa Si Emang tukang becak tersebut takut.

    “Udah, Mang, di sini.”
    Mangga (baik), Bu.”

    Baru saja Ibunya Aan keluar dari becak, lantas karung beras pun ikut diturunkan, tiba-tiba saja Si Emang tukang becak langsung balik kanan dan secepat kilat ngibrit melarikan becaknya menjauhi bedeng.

    “Maaang, mau ke mana? Ini ongkosnyaaa!” teriak Ibunya Aan terkaget-kaget.

    Wios, Bu, teu kedah mayar! (Tidak apa-apa, Bu, tidak usah bayar!)” jawab Si Emang yang langsung tancap gas, menggowes becaknya sataker-kebek (sekuat tenaga).

    Hari berganti hari. Beberapa waktu kemudian, saat Ibunya Aan bertemu lagi dengan Si Emang di pasar, barulah tukang becak tersebut mengakui bahwa tempo hari ia merasa ketakutan, benar-benar takut yang amat sangat. Si Emang tak menyebutkan melihat apa, tetapi yang jelas ia tak mau lagi mengantarkan penumpang ke dalam pabrik Guan Hien.

    Anda punya kisah misteri seperti di atas? Atau memiliki tulisan tentang Ciamis yang layak dibagikan? Silakan kirim via link ini.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Sejarah

    Fiksi

    Inspirasi