• FYI

    30 April 2021

    Rumah Tua di Cimari, Saksi Kejamnya Agresi yang Tetap Eksis hingga Kini


    Keberadaan bangunan-bangunan peninggalan masa lalu yang masih tersisa di wilayah Kabupaten Ciamis kerap menimbulkan rasa penasaran. Tak hanya karena desain bentuknya yang biasanya khas, unik, dan berbeda jika dibandingkan dengan bangunan-bangunan zaman moderen, cerita-cerita yang mengiringi perjalanan panjang heritage tersebut juga tak kalah mencuri perhatian. Terlebih lagi, jika memiliki kaitan dengan peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di lokasi tersebut.

    Setelah warga Ciamis akhirnya mengetahui kisah rumah tua di Ciomas, Panjalu, yang ternyata menyimpan catatan sejarah kekejaman gerombolan DI/TII di masa lalu, kini terkuak juga kisah unik dari sebuah rumah tua yang sampai sekarang masih terawat di daerah Picung, Dusun Desa Kolot, Desa Cimari, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis.

    Baca juga: Bertahan Puluhan Tahun sejak Zaman Belanda, Rumah Tua di Ciomas ini Simpan Cerita Duka

    Tak berbeda dengan rumah kuno di Ciomas, Panjalu, bangunan klasik yang bergaya campuran Cina-Eropa ini juga menyimpan kisah masa lalu yang amat menarik untuk dicatat dalam lembaran sejarah Ciamis.

    Rumah ini dibangun pada tahun 1901, atau pada masa penjajahan Belanda, untuk menjadi kediaman keluarga H. Machdi, salah seorang warga di wilayah tersebut. Sang pemilik dikenal sebagai juragan batik yang memiliki pabrik tenun dan juga pabrik tembakau. Menilik pada kepemilikan asset dan usahanya, H. Machdi dapat dikatakan tergolong sebagai salah satu pengusaha kaya dan terpandang di Ciamis saat itu.

    Sayangnya, Agresi Militer Belanda yang terjadi pada tahun 1947 mengubah keadaan wilayah Priangan Timur secara drastis, termasuk di wilayah Ciamis. Nasib nahas juga menimpa pada usaha H. Machdi di Cikoneng.

    Generasi keempat keluarga tersebut, Ananta Priadi, menuturkan berdasarkan cerita almarhum ayahnya dan orang-orang tua di dusun tersebut, pada saat tentara Belanda datang, seluruh rumah di dekat kediaman kakek buyutnya dibakar. Pabrik tenun dan pabrik tembakau yang letaknya berdekatan dengan rumah kakek buyutnya pun dirobohkan. Alat-alat tenunnya2 dirampas dan ikut dimusnahkan.

    Kondisi itu otomatis menghentikan produksi, terlebih lagi para penduduk mengungsi ke wilayah Tasikmalaya. Kakek buyutnya sendiri tak ikut mengungsi seperti penduduk lainnya, karena menderita sakit. H. Machdi memilih tetap tinggal di rumahnya meskipun sendirian.

    Baca juga: Tak Ikut Mengungsi karena Sakit, Pemilik Rumah Diperlakukan Begini oleh Tentara Belanda

    Rumah kakek buyutnya selamat dari pembakaran karena digunakan sebagai markas tentara Belanda. Bangunan seluas 400 meter persegi yang berdiri di atas lahan lebih kurang 1000 meter persegi tersebut merupakan satu-satunya bangunan yang tersisa saat itu.

    Di kemudian hari, H. Machdi mewariskan rumah tersebut pada putranya Natawiyanta, lalu beralih kepada cucunya H. Marchum Suadji, dan kini dirawat oleh cicitnya, Ananta Priadi. Meski tinggal di luar kota, Ananta dan keluarga masih sering mengunjungi rumah tersebut dan tetap merawatnya.

    Keunikan desain rumah tersebut yang sangat khas dan berbeda dari rumah-rumah zaman sekarang, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemburu spot berfoto untuk dibagikan di media sosial. Salah satu yang langsung tampak menonjol dari bangunan tersebut adalah ketinggiannya yang mencapai 7 meter dan memiliki plafon, serta desain arsitekturnya yang istimewa. Bahkan detail-detail ornamen pada jendela dan ventilasi pun masih terjaga keberadaannya.

    Begitu istimewanya rumah tersebut, membuat banyak kaum milenial yang singgah dan meluangkan waktu untuk membuat foto dengan backrground yang cantik dan instagrammable ini. Demikian pula mereka yang melakukan pemotretan pre-wedding, kerap memakai lokasi ini untuk setting tempatnya.

    Ananta Priadi yang akrab dipanggil ‘Ujang’ oleh tetangganya, menegaskan, pihak keluarga tidak keberatan dan mempersilakan pengunjung yang ingin berfoto di lokasi tersebut, sejauh tetap menjaga kebersihan dan sopan santun sewajarnya.

    Nah, tertarik mengunjungi bangunan bersejarah yang unik ini? Ayo ke Desa Cimari di Kecamatan Cikoneng! Penduduk setempat mengenal rumah ini dengan sebutan 'Bumi Jangkung Belanda' (rumah tinggi Belanda).

    Kontributor: @mang_uj
    Penulis: @ciamisnulis
    Editor: @ciamis.info

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Sejarah

    Fiksi

    Inspirasi