• FYI

    05 Mei 2021

    Tekuni Seni Tradisi Leluhur, Ncép Billal: Serasa Jadi Minoritas di Negeri Sendiri


    Kelahiran Karinding Tunggul Galuh pada 6 tahun silam menjadi salah satu penanda masih hidupnya kecintaan generasi muda terhadap seni budaya warisan karuhun (leluhur) di wilayah Kabupaten Ciamis. Meski kiprah kelompok ini bukan berada di jalan yang mulus banglus, tetapi komitmen untuk terus berada di dalam pelestarian seni karinding tetap dipegang teguh oleh para anggotanya.

    Didirikan pada 1 Januari 2015, kelompok musik tradisional Karinding Tunggul Galuh tak terlepas dari sosok pendirinya, Ncép Billal. Meski sudah beberapa kali berganti personel, kelompok yang kini beranggotakan 6 orang tersebut tetap melanjutkan upaya melestarikan karinding sebagai salah satu warisan seni budaya Sunda.

    Anggota kelompok Karinding Tunggul Galuh saat ini yaitu Ncép Billal, Aman Rahman, Arian Permana, Encéng Seblu, Ikin Al-Buchin, dan Ripan. Keenamnya masih terus beraktivitas, berlatih, dan merekam lagu serta video klip, lalu memublikasikannya pada platform berbagi video secara online.

    Jam terbang Karinding Tunggul Galuh sudah tergolong cukup tinggi di usianya yang masih relatif muda. Jika hanya berbicara di tataran lokal Kabupaten Ciamis dan sekitarnya, Ncép Billal mengaku sudah lupa berapa kali dan persisnya di mana saja mereka tampil. Namun, kelompok ini juga telah manggung di beerapa kota di luar daerah, bahkan di luar pulau.

    “Pengalaman kami tampil paling jauh yaitu di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sempat pula tampil di Surabaya, Yogyakarta, Cilacap, Jampang Kulon, Jakarta, Bogor dan Bandung,” ungkap Ncép Billal pada CIAMIS.info.

    Diungkapkannya, tampil membawakan alat musik tradisional dengan mengusung bendera Karinding Tunggul Galuh merupakan sebuah kebanggaan tersendiri baginya.

    “Secara pribadi saya merasa bangga menjadi orang Sunda yang masih mempertahankan warisan leluhur di zaman sekarang,” tuturnya.

    Ia menilai saat ini seni tradisi karinding sudah tersisih oleh pengaruh perputaran zaman. Namun, ia merasa bersyukur karena masih ada anak-anak muda yang mau menyambut ajakannya untuk melestarikan kesenian tersebut, sambil menyesuaikan diri dengan kondisi kekinian.

    “Saya senang karena masih ada kawula muda yang mau membersamai saya, sambil berusaha ngigelan jaman,” tuturnya.

    Hal yang menyedihkan baginya, karena keputusannya untuk fokus melestarikan seni warisan leluhur malah seolah menjadikannya minoritas di tanah air sendiri. Support dari pihak terkait untuk mengembangkan seni karinding warisan leluhur juga dirasakannya belum ada. Ia memandang, seharusnya pelestarian warisan budaya tersebut menjadi kepedulian dan tanggung jawab bersama.

    Meskipun demikian, Ncép Billal menegaskan bahwa hal tersebut tidak menjadi masalah buatnya. “Kalau kita teguh di dalam jalur ini, suatu saat eksistensi kita akan diakui juga,” ucapnya.

    Ia berharap seni warisan karinding ke depannya akan diapresiasi oleh lebih banyak orang. Ia dan kelompoknya melakukan berbagai kolaborasi dengan genre musik moderen, agar seni karinding lebih dapat diterima lebih luas oleh kaum muda.

    “Kita harus yakin, bahwa seni warisan leluhur tidak ada yang akan menyebabkan kecelakaan atau kemudaratan,” pungkasnya.

    Penulis:@ciamisnulis
    Editor: @ciamis.info

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Sejarah

    Fiksi

    Inspirasi